KEGAGALAN KONSTRUKSI
NAMA : LA ODE AWAL RAMADHAN
NPM : 17630067
ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI DARI PERSPEKTIF
SOCIO – ENGINEERING SYSTEM
ABSTRAK
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangunlingkungan-binaannya, dan hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun yang salah, baik dari segi perencanaan dan perancangan maupun dari segi pelaksanaan dan pengawasannya dapatmenghasilkan infrastruktur yang rentan terhadap bencana, selain juga risiko degradasi lingkungan. Hasil studi data statistik kegagalan, memperlihatkan bahwa Practitioners mempunyai saham dan potensi yang lebih besar dariTheoreticians dalam menekan resiko kegagalan. Persentasi resiko terbesar datang dari Human Activities danHuman Attitude. Socio-Engineering berfokus pada atribut yang melekat pada seseorang seperti , sikap (attitude), keahlian (skill) , nilai/norma yang diyakini (values), relasi sesama manusia, pengakuan dan penghargaan (rewardsystem), wewenang struktural (authority structure). Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu teori yang berfungsiuntuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan Konstruksi dari Perspektif Socio – Engineering System. Pengaruh Socio – Engineering System terhadap kegagalan kontruksidan bangunan sangat beresiko ( 66,7 %) dalam artinya perilaku manusia memiliki peranan yang cukup berartidalam kegagalan konstruksi. Kegagalan konstruksi dilihat dari perspektif socio engineering system yang berpengaruh yaitu pada tahap perencanaan, dokumen perencanaan dan proses pengadaan. Pada tahap inifaktor yang dapat mengakibatkan kegagalan kontruksi, seperti persaingan yang tidak sehat ,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) dan penyuapan agar memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa (90,00 % ),Terjadinya persekongkolan dengan Owner untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pengadaan(80,00%), Keinginan Owner untuk meraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek ) dengan menekan imbalan jasa darikonsultan Perencana / Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%).
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangunlingkungan-binaannya, dan hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun yang salah, baik dari segi perencanaan dan perancangan maupun dari segi pelaksanaan dan pengawasannya dapatmenghasilkan infrastruktur yang rentan terhadap bencana, selain juga risiko degradasi lingkungan. Untukmendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu sendirimerupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan bahwa “Construction failures, includingquality defects may stem from not only single but also multiple sources”. Sedangkan Pranoto (2007) menyebutkanbahwa sumber kegagalan konstruksi seringkali dipengaruhi oleh faktor alam dan perilaku manusia. Faktor alamdicontohkan sebagai kegagalan yang terjadi akibat perubahan dinamik dari alam seperti letusan gunung berapi,banjir, gelombang laut dan gempa bumi. Perilaku manusia juga berperan signifikan terhadap kegagalan konstruksi. Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan Oyfer (2002) menyatakan “construction defects” di Amerikadisebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%).
Pada umumnya kasus pada pekerjaan konstruksi didominasi oleh penyimpangan berupa pengaturan lelang,kekurangan volume pekerjaan, ketidak-sesuaian spesifikasi berupa pengurangan kualitas pekerjaan, pemahalanharga atau mark up dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Hal ini merupakan penyimpangan pada pekerjaan konstruksi. Yang nantinya hal ini akan menimbulkan gejala lain, yang tampaknya meningkat menjadi lebihdominan pada masa resesi ekonomi dewasa ini. Gejala dimulai dari keinginan dari pihak yang terkait memperoleh short-term profit dengan menempuh jalur yang tidak normal dan menggantinya dengan kompetisi yang didasarkan pada besarnya angka rupiah semata.
Dengan memahami hal tersebut, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan pro-aktif untuk membangunkonstruksi Indonesia agar mampu berperan positif dalam mengurangi risiko kegagalan konstruksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kegagalan Konstruksi
Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan ini dapatdisebabkan karena kegagalan pada proses pengadaan barang atau jasa, atau kegagalan saat prosespelaksanaan konstruksi. Kegagalan perkerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yangtidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. (PP. 29/2000pasal 31 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi).
Untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan “constructiondefects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%). Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in constructiondimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Sementara itu, Carper (1989) menyatakan bahwa penyebabpotensial untuk kegagalan konstruksi secara umum disebabkan oleh : site selection and site developments errors, programing deficiencies, construction errors, material deficiencies and operational errors
2.2. Masalah dan Penyelesaian Kegagalan Proyek Konstruksi
Herry Ludiro Wahyono (2011), faktor yang mempengaruhi kegagalan proyek yaitu konstruksi biaya yangdialokasikan, kualitas pelaksanaan pekerjaan, serta waktu pelaksanaan. Kegagalan konstruksi padabangunan gedung terjadi pada kegagalan : elemen struktur dengan rata-rata penyimpangan sebesar 4,36% dari nilai kontrak, elemen atap 2,53%, pondasi 0,15%, utilitas 0,12% dan finishing
0,07%. Kesuksesan proyek konstruksi tergantung dari peran pengawas. Dalam model : Pengawas internal (Kontraktor) dan pengawas eksternal (Konsultan Pengawas) berpengaruh signifikan terhadap kualitas proyek,sehingga untuk memperkuat fungsi pengawas perlu pemenuhan terhadap kode etik profesi pengawas yang tertuang dalam Surat Keputusan Sertifikat Keahlian. Faktor internal Supervisi (Kontraktor) mempengaruhikualitas dan eksternal supervisi (Konsultan Pengawas), sedangkan faktor kualitas sangat tergantungeksternal Supervisi.
Menurut Ervianto (2002), manajemen pengelolahan setiap proyek rekayasa sipil meliputi fungsi dasarmanajemen, yaitu :
a) Perencanaan (Planning)
Setiap proyek konstruksi pasti selalu dimulai dengan proses perencanaan agar proses ini berjalandengan baik maka ditentukan terlebih dahulu sasaran utamanya. Perencanaan dapat didefinisikan sebagai peramalan masa yang akan datang dan perumusan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untukmencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan peramalan tersebut. Bentuk perencanaan dapat berupa perencanaan prosedur, perencanaan metoda kerja, perencanaan standar pengukuran hasil, perencanaan anggaran biaya, perencanaan program (rencana kegiatan beserta jadwal).
b) Pengawasan (supervising)
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individu-individu dalamorganisasi untuk mencapai kinerja dalam tujuan organisasi. Proses ini berlangsung secara berkelanjutan dari waktu ke waktu guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai proseduryang ditetapkan untuk hasil yang diinginkan.
c) Pelaksanaan (construction)
Dalam kenyataannya, kegiatan ini dilakukan oleh pihak pelaksana konstruksi dan pihak pemilikiproyek. Pengawasan dilakukan oleh pelaksanaan konstruksi bertujuan mendapatkan hasil yang telahditetapkan oleh pemiliki proyek, sedangkan pengawasan oleh pemiliki bertujuan memperoleh keyakinanbahwa apa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang dikehendaki. Parameter hasil pelaksanaankegiatan dituangkan dalam spesifikasi.
Sanksi atau hukuman mengenai kegagalan konstruksi dapat ditinjau dari Undang Undang RI No. 18 Tahun 1999 dalam pasal 43 sebagai berikut:
1. Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuanketeknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenaipidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai kontrak.
2. Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidaksesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaankonstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
3. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengajamemberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
2.1. Pengembangan Kuisioner
Kuisioner di ambil dari ilmu tentang kegagalan struktur bangunan yang merupakan keadaan bangunanyang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dankesehatan kerja dan keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasasetelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Kegagalan bangunan karena strukturnya gagal berfungsidapat menimbulkan kerugian harta benda, bahkan korban jiwa. Oleh karen itu perlu diantisipasi secara cermat Penanggung jawab kegagalan bangunan dapat dikenakan kepada institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur utama dalam
pembangunan yaitu :
1) menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu: perencana,pengawas dan kontraktor (pembangun).
2) menurut pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna jasa/bangunan dalampengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi.
Penyebab keruntuhan yang munkin terjadi berdasarkan data yang dikumpulkan pengamatan dilapangan, maka akibat beberapa hal sebagai berikut:
a. Pemilihan lokasi yang beresiko
b. Ketentuan proyek yang tidak jelas
c. Kesalahan perencanaan
d. Kesalahan pelaksanaan
e. Material yang tidak bermutu
Dalam kegagalan proyek konstruksi tidak lepas dari ketiga unsur utama di atas. Berikut faktor-faktoryang menyebabkan kegagalan proyek konstruksi dalam bidang perencanaan hingga pelaksanaan.
1. Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Tidak mengikuti TOR
b. Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
c. Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik,
d. Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi,
e. Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat.
f. Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban rencana) dalam perencanaan,
g. Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik,
h. Kesalahan gambar rencana
2. Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a. Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,
b. Tidak mengikuti TOR,
c. Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
d. Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode konstruksi yangbenar,
e. Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis.
3. Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a. Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
b. Salah mengartikan spesifikasi,
c. Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
d. Tidak menggunakan material yang benar,
e. Salah membuat metode kerja,
f. Salah membuat gambar kerja,
g. Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
BAB III
METODOLOGI
Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan Konstruksi dari Perspektif Socio – Engineering System. Untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi normal atau tidak, makadigunakan uji statistik normalitas.Untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang digunakan dalampenelitian ini adalah Chi-Square. Salah satu metode dalam penelitian adalah metode deskriptif kuantitatif, dimana suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sytempemikiran, ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang tujuan utama dalam melakukan penelitian deskriptif ialah untuk menggambarkan situasi atau objek dalam fakta yang sebenarnya, secara sistematis dan karakteristik dari subjek dan objek tersebut diteliti secara akurat, tepat dan sesuai kejadian yang sebenarnya.
Mulai
|
Mengkaji Praktek-Praktek dari pelaku kostruksi
|
Kajian Faktor penyebab peretakan pada konstruksi
|
Strudi Kasus validasi factor penyebab
|
Analiss Keretakan sosio engineerin system
|
Survei dan Pengumpulan data
|
Kajian proses konstruksi dan stakeholdernya
|
Kajian Pustaka
|
Ø Survey sekunder
Ø Wawancara
Ø Observasi
Ø kuusioner
|
Ø Teos
Ø Artikel
Ø Jurnal
Ø Laporan studi
Ø UU/PP/Permen
Ø Kepmen
Ø SNI
Ø Dsb
|
Perumusan kesimpulan
|
selesai
|
Gambar 3.1 Diagram Alir Metoda Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Tingkat Kerentanan
Dari data yang diteliti perlu dicermati mengenai fase tahapan – tahapan pada proyek yaitu Idea/Concept , Tahap Perencanaan Konstruksi ,Dokumen Perencanaan, Proses Pengadaan , Pelaksanaan Konstruksi, Evaluasi Produk/ Pemanfaatan Produk, Operasi dan Pemeliharaan . Dari tahapan-tahapan tersebut dinilai banyak terkandung faktor-foktor penyebab kerentanan bangunan dilihat dari perspektif sosio engineeringsystem.
Tabel 4.1. Penilaian Kegagalan Konstruksi dan bangunan dari perspektif socio – engineering system
Penilaian Frekuensi Persentase
Resiko
|
20
|
66,7
|
Tidak Beresiko
|
10
|
33,3
|
Total
|
30
|
100,0
|
Data di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden, 20 ( 66,7 % ) responden menyatakan kegagalan konstruksi dari perspektif socio – engineering system termasuk kategori beresiko terhadap kegagalan konstruksi. Ini dapat diartikan prilaku / socio – engineering system menyumbang kontribusi yangnegative terhadap dunia konstruksi dan perilaku manusia / pihak – pihak yang berperan memiliki peranan yangcukup berarti dalam kegagalan bangunan.
4.2. Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
Analisis Korelasi Variabel Kuantitatif Model Kegagalan Konstruksi digunakan untuk menguji seberapa kuat hubungan tujuh variabel kuantitatif. Hasil Uji korelasi selengkapnya seperti disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 4.1. Hubungan Sub Fase Idea/Concept Di Lihat Dari Perspektif Socio Engineering System Terhadap Kegagalan Kontruksi DanBangunan
Idea/Concept
|
Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||||
Beresiko
|
Tidak Beresiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
13
|
65
|
6
|
60
|
19
|
63,3
|
1,238
|
0.789
|
Baik
|
7
|
35
|
4
|
40
|
11
|
36,7
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.2. Hubungan Sub Fase Tahap Perencanaan Konstruksi dari Perspektif Socio Engineering System
Terhadap Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Tahap Perencanaan
Konstruksi
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P- Value
| ||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5.444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.3. Hubungan Sub fase dokumen perencanaan dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi danbangunan
Dokumen
Perecanaan
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5,444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.4. Hubungan Sub fase Proses Pengadaan dari kerentanan socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi danbangunan
Proses Pengadaan
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
14
|
70
|
2
|
20
|
16
|
53,3
|
9,333
|
0,010
|
Baik
|
6
|
30
|
8
|
80
|
14
|
46,7
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.5. Hubungan Sub fase Pelaksanaan Kontruksi dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi danbangunan
Pelaksanaan
Kontruksi
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.6. Hubungan Sub fase Evaluasi Produk / Pemanfaatan Produk dari Perspektif socio engineering
system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Evaluasi Produk / Pemanfaatan
Produk
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
14
|
70
|
7
|
70
|
21
|
70
|
1,000
|
1,000
|
Baik
|
6
|
30
|
3
|
30
|
9
|
30
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Tabel 4.7. Hubungan Sub fase Operasi dan Pemeliharaan dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi danbangunan
Operasi dan
Pemeliharaan
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
| ||||
Berisiko
|
Tdk Berisiko
| |||||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
| |||
Kurang Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
| ||
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
Dari tabel hasil uji korelasi diatas terdapat tiga variabel yaitu :
Hasil uji statistik pada Sub fase Perencanaan Konstruksi diperoleh nilai p = 0,037 (p-value < 0,05). Karena nilai P-value 0,037 > 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara tahap perencanaan dengankegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya pada Tahap Perencanaan Konstruksi denganbeberapa sumber penyebab kerentanan dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 5,4 kali beresiko terhadapkegagalan kontruksi dan bangunan jika dibandingkan dengan sikap/ prilaku dari tahap perencanaan konstruksiyang baik.
Pada Sub fase Perencanaan Konstruksi faktanya tidak bisa dipungkiri fee atau komisi juga jual beli proyek setiap pekerjaan yang ada di pemerintah harus menggunakan fee atau komisi. Baik anggaran APBN maupun anggaran APBD semua sama. Besarnya fee atau komisi dalam setiap Proyek berbervariasi tergantung dari besarnya anggaran. Mulai dari 5% sampai dengan 20% bahkan ada yang lebih dari 40%. Kalau tidak mengikutiataran ini tentu tidak akan mendapatkan pekerjaan. Didasari atau tidak, pengguna jasa telah mengambil resiko. Pengguna jasa turut memegang saham dalam kumulasi resiko.
Hasil uji statistik pada Sub fase dokumen perencanaan diperoleh nilai p = 0,037 (p-value < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara dokumen perecanaan dengan kegagalankontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya dokumen perecanaan yang kurang baik sebesar 5,4 kaliberisiko terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan yang berisiko jika dibandingkan dengan dokumenperecanaan baik.
Pada Sub fase dokumen perencanaan faktanya dapat dilihat kerentanan socio-engineering system terhadap kegagalan bangunan yang timbul dari dokumen perencanaan seperti “Konsultan Perencana men subkontrakan pekerjaan Perencanaannya kepada pekerja yang tidak profesional” sebesar 73,30%. Keadaan ini diperburuk oleh kepincangan pengaturan hubungan primary consultant dan secondary consultant, ketidakseimbangan antara pembagian resiko dan imbalan, antara hak dan tanggung jawab. Maka diperlukan kebijaksanaan segi profesionalisme konsultan. Pada prakteknya main consultant mengadakan kerja sama kepada profesionalisme semu yang penuh gamling dengan tujuan dapat menekan imbalan jasa
Hasil uji statistik pada Sub fase Proses Pengadaan diperoleh nilai p = 0,010 (p-value < 0,05). Dengandemikian hal ini dapat diartikan ada hubungan yang bermakna antara proses pengadaan dengan kegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 9,333 artinya pada sub fase proses pengadaan dengan beberapa sumber penyebab kerentanan dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 9,3 kali beresiko terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan jika dibandingkan dengan sikap/ prilaku dari proses pengadaan yang baik.
Pada Sub fase Proses Pengadaan hal ini dapat diartikan bahwa dalam sub fase pada proses pengadaan banyak terdapat indikasi – indikasi yang mengakibatkan kegagalan kontruksi dan bangunan. Banyak contohkasus yang terjadi pada proyek konstruksi yang dapat memperkuat hasil dari analisa ini, salah satunya adalah persaingan yang tidak sehat ,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) kecurangan dan penyuapan agar memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa. Diantaranya dengan menggunakan cara – cara sepertimengondisikan peserta lelang “ digugurkan” pada tahap evaluasi administrasi, membuat lelang dengan sistemarisan ( bergilir ), mengondisikan peserta lelang yang hanya diikuti oleh beberapa penyedia jasa saja sertaindikasi lainnya dalam persekongkolan dalam proses pengadaan. Tentunya hal ini merupakan penyimpangan yang dikategorikan perbuatan melakukan praktik-praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat yang nantinya akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, salah satunya dapat berdampak padakerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban. Selain itu juga berdampak terhadap ekonomi, lingkungan, kesehatan dan keselamatan manusia, dampak pada inovasi, erosi budaya, menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah, kerugian bagi perusahaan yang jujur, serta ancaman serius bagipekembangan ekonomi.
BAB V
PENUTUP
5.1. kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagaiberikut:
Ø Kerentanan dari socio engineering system sangat berpengaruh terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan sangat beresiko sebesar ( 66,7 %) dalam arti kata perilaku manusia / pihak – pihak yang berperan memiliki peranan yang cukup berarti dalam kegagalan konstruksi dan bangunan.
Ø Kegagalan konstruksi dilihat dari persfektif socio engineering system tahapan yang berpengaruhyaitu pada tahap perencanaan , dokumen perencanaan dan proses pengadaan. Sumber penyebabkegagalan kontruksi dari perspektif Socio – Engineering System dinilai yang sangat beresiko yakni persaingan yang tidak sehat ,korupsi, kolusi, nepotisme, (KKN) dan penyuapan agar memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa dinilai ( 90,00% ), Terjadinya persekongkolan dengan Owneruntuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pengadaan (80,00 %), Keinginan Owner untukmeraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek ) dengan menekan imbalan jasa dari konsultan Perencana / Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%)
5.2. Saran
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Carper, Kenneth L. ed.1989. Forensic Engineering. Elsevier Science Publishers. New York.
Cartlide dan Mehrtens. 1982. Practical Cost Planning A Guide for surveyors and architects.
Hutchinson & Co (Publisher) Ltd. London.
Chapman,C. 1997. Project Risk Analysis and Management – PRAM the Generic
Cooper, D. dan Chapman, C. 1993. Risk Analysis For Large Project. First Edition. Cooper, D. Grey, S. Raymond,G. dan Walker,P. 2005. ProjectRisk Management
Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko Asuransi. Edisi Pertama.
Ervianto, Wulfram. 2009. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi. Yogyakarta.
Gray,C.F dan Larson,E.W. 2000. Project Management. First Edition. Irwin Mc Graw-Hill, Boston. Guidelines. John Wiley & Sons Ltd., England.
Guilford,J.P., B. Fruchter (1981), Fundamental Statistics In Psychology And Education, Tokyo: McGraw-
HillKogakusha, Ltd.
Hartanto, Agnes Olivia (2006) Model pengaruh faktor laten terhadap perilaku pekerja pada cacat konstruksi.
Master thesis, Petra Christian University
John Wiley & Sons, Ltd. 2008, The Atrium, Southern Gate, Chichester, PO19 8SQ, England (“Wiley”) Kerlinger, F. N dan Lee, H. B .2000.Foundation of Behavioral Research (Fourth Edition), USA ; Holt,
Reinnar & Winston. Inc
Kerzner Harold, 2001. Project Management: A System to Planning, Scheduling and Controlling, (7 th
Edition , John Wiley & Sons), hal. 3.
Oyfer. 2002. Multiple Sources Construction Failures and Defects
PMI ( Project Managemen Institute, Inc ). 2004 . A Guide To The Project Managemen Body Of Knowledge
( PMBOK), 3 rd edition, Newtown Square, Pennsylvania, USA.
Pranoto. 1997. Faktor kegagalan konstruksi. dalam Kurniawan, Y.T., 2012. Simulasi 1-D Banjir Akibat
Keruntuhan Bendungan Alam (Studi Kasus Bencana Banjir Bandang di Sungai Kaliputih Kabupaten
Jember tahun 2006). Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Process . International Journal of Project Magement, Vol.15. No. 5.
Ramli, Samsul. 2013. Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia. Republik Indonesia. 1999.Undang – undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, dan Pelaksanaannya. SekretariatNegara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Republik Indonesia. 2013. Keppres No. 80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Shahab, Hamid. 1996, Langkah Memperkecil Risiko Dalam Pembangunan, Cetakan Pertama, Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Soeharto. 1999.Manajemen Proyek 1. Erlangga. Jakarta. Soeharto. 2001. Manajemen Proyek 2.Erlangga.
Jakarta.
Sunarti, E. 2009. Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk dan Wilayah untuk Analisis Resiko Bencana. Makalah disampaikan sebagai bahan Penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia 2009-2013.
Susanto Hendra & Makmur Hediana. 2013. Auditing Proyek-proyek Konstruksi. Yogyakarta: Andi Offset. Suswinarno. 2013. MengantisipasiRisiko dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia Suwandi. 2010. Kajian Manajemen Resiko pada Proyek denganSistem Kontrak Lump Sum dan Sistem
Kontrak Unit Proce (Studi Kasus : Proyek Jalan dan Jembatan, Gedung, Bangunan Air). Tesis Program
Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Semarang.
Tumilar. 2006. Latar belakang dan Kriteria dalam Menentukan Tolok Ukur Kegagalan
Bangunan.HAKI.Jakarta.
Vickynasyon, 2002, Total Project Risk in Construction. New Y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar